Tanggungjawab
sebagai mahasiswa pada program magister (S2) di Universitas Malaysia Pahang
(UMP) membuat saya harus melewati hari-hari puasa jauh dari sanak keluarga.
Mimpi menjadi orang yang berguna bagi bangsa mengalahkan egoisme pribadi untuk
bisa selalu dekat dengan keluarga di setiap Ramadhan.
Pengalaman
berpuasa seorang sendiri bukanlah pertama kali kurasakan. Sejak 2006, hal ini
sudah biasa ku lewati. Tapi kali ini benar-benar beda. Budaya Malaysia berbeda
dengan Indonesia. Boleh kita satu rumpun melayu, bahkan agama kita pun sama, yakni
Islam. Faktanya budaya dalam melaksanakan puasa memang kurasa sangat jauh
berbeda.
Tak
perlu membandingkan Malaysia dengan Indoensia, masing-masing daerah di
Indonesia saja memiliki keanekaragaman budaya yang berbeda dalam menyambut
kehariran bulan penuh berkah ini.
Hingar
bingar nuansa Ramadhan yang biasa kita dengar melalui media massa baik
televisi, radio, maupun surat kabar, kini kurang kurasakan. Bahkan aku pun
harus merasakan tinggal di lingkungan yang kurang dalam hal menunjukkan aura
Ramadhan, berbeda seperti kurasakan di Samarinda yang setiap menitnya penuh
dengan puji-pujian terhadap kehadiran bulan Ramadhan.
Ya,
puasa kali ini adalah pengalaman pertama di Negara berjuluk Harimau Malaya ini.
Harus merasakan jauh dari berbagai kebiasaan keluarga. Bahkan jauh dari sahabat
karib yang jerap usil saat membangunkan sahur.
Berbagai
aktivitas dan rutinitas pendidikan di kampus tetap menjadi hal yang wajib
dilakukan dan tak boleh ditinggalkan, meskipun saat ini adalah waktunya
libur bagi mahasiswa di Malaysia.
Berkejar-kejaran dengan batas waktu maksimal pendidikan selama 6 semester atau
3 tahun, membuat hari-hari di bulan puasa ini sedikit memiliki nuansa berbeda.
Belum
lagi kondisi Pahang yang bukan merupakan kota besar di Malaysia. Jauh dari hingar
bingar Kuala Lumpur. Menyebabkan minimnya variasi menu berbuka maupun sahur
yang diperdagangkan para penjual makanan.
Jauh
berbeda dengan kondisi di Indonesia. Ramadhan benar-benar menjadi bulan penuh
berkah bagi pedagang makanan dan minuman. berbagai menu tradisional hingga
moederen tersedia dengan berbagai variasi. Bahkan sudah menjadi rahasia umum
bagi para pemburu kuliner Ramadhan, keberadaan pasar Ramadhan pada jam-jam
tertentu ternyata memberikan harga yang sangat murah.
(Oleh: mupit Datusahlan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar