Selasa, 24 Juli 2012

Terus lah Bermimpi


TENTU kita tidak asing dengan novel Sang Pemimpi, karya Andrea Hirata. Novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi yang diterbitkan pada medio Juli 2006. Novel ini secara tak langsung telah memengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia, terutama percaya akan kekuatan mimpi.
Novel best seller yang juga telah di buatkan sekuel film-nya ini menggambarkan sosok pemimpi bernama Ikal dan Arai, anak kampung di wilayah terpencil bernama Belitong. Dengan mimpi lah mereka memulai hidup, dengan mimpi itu pula lah mereka mampu melanjutkan pendidikan hingga ke Eropa. Meraih cita-cita yang hampir mustahil didapatkan warga kurang mampu.
Tidur tanpa mimpi, bagai sayur tanpa garam, hambar rasanya. Begitu pula hidup, jika tidak berani bermimpi, maka hidup akan terasa datar, tanpa tantangan. Tidak akan ada yang melarang seorang menjadi pemimpi. Tetapi apakah hanya cukup dengan menjadi pemimpi?
Ikal dan Arai, dua tokoh dalam novel Sang Pemimpi ini sangat tepat untuk menggambarkan sosok Mupit Datusahlan. Anak kampung dari sebuah desa transmigrasi bernama Kampung Labanan Makmur, di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Keluarganya tergolong kurang mampu, membuat kata ‘mimpi’ menjadi hal lumrah baginya.
‘Jangan pernah berhenti bermimpi untuk meraih cita-cita yang kita inginkan’, menjadi motto yang terus dipegangnya hingga kini. Tak hanya bermimpi, ia buktikan hal tersebut dengan kerja keras. Sebagai pelajar, cara yang ia rasa paling tepat, yakni terus belajar dan menimba ilmu.
Agustus 2006, menjadi awal dari langkah Mupit untuk meraih cita-citanya. Memberanikan diri keluar dari kampung halaman untuk menimba ilmu yang lebih tinggi dalam upaya meraih cita-cita, ia pilih sebagai jalan hidup.
Diiringi tangis kedua orangtua dan saudara, Mupit meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja selama di Samarinda untuk menggapai cita-citanya. Jurusan Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Mulawarman menjadi tujuannya.
Pembuktian bahwa ia baik-baik saja diwujudkannya dengan meraih gelar sarjana tahun 2011. Tapi itu belum cukup untuk membuatnya kembali ke kampung halaman. Ia merasa gelar Sarjana Science itu belum membuktikan bahwa ia patut dibanggakan kedua orangtuanya.
Meski belum menerima ijazah dan menunggu wisuda, Mupit mencoba keberuntungan dengan mencari pekerjaan yang dirasa sesuai bakatnya. Berbekal ilmu dan kecakapan yang dimilikinya, Pekerjaan itu tak sulit diperolehnya. Satu posisi pada perusahaan swasta di bidang konsultan lingkungan segera ia dapat.
Meski telah mendapat pekerjaan, ternyata hal itu belum membuat sosok lelaki ini bangga. Mupit masih memiliki banyak mimpi di usianya yang relatif muda. Tak lama, ia memutuskan untuk mengikuti pembukaan Beasiswa Kaltim Cemerlang yang digelontorkan Pemprov Kaltim. Targetnya, kuliah pada program magister di Malaysia.
Mimpinya tidak terlalu muluk-muluk. Ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri. Karena itu, semua peluang yang ada akan diikutinya. Berbagai tes diikutinya, dari tes potensi akademik, psikotes, kemampuan Bahasa Inggris, hingga wawancara.
Berani ‘mimpi’ itu bukan hanya sekadar slogan baginya. Mimpi itu dibuktikan dengan belajar keras dan cerdas. Beasiswa Kaltim Cemerlang telah diperolehnya. Kini ia telah 11 bulan mengikuti pendidikan program magister di Universiti Malaysia Pahang.
“Mimpi itu belum berakhir kawan,” ucapnya. Mengisyaratkan jika dirinya masih akan terus berjuang hingga titel Master of Science diperolehnya. Tapi Mupit boleh berbangga, sebab dengan berani bermimpi itulah ia kini dapat merasakan pendidikan di luar negeri.
“Tak mudah menggapai mimpi itu,” tambah Mupit. Banyak ujian yang harus ia lewati. Seleksi ketat dan harus bersaing dengan ribuan orang untuk mendapatkan Beasiswa Kaltim Cemerlang membuatnya harus mempersiapkan diri secara matang. “Saya terus mencoba dan melakukan yang saya bisa. Memang terkadang rasa minder itu datang karena banyak saingan,” bebernya.
PEMBUKTIAN KEILMUAN
Dengan background keilmuan yang dimilikinya, Mupit ingin menunjukkan bahwa dirinya eksis. Tak hanya di Indonesia, di Malaysia pun ia berusaha agar ilmu yang dimilikinya dapat bermanfaat dan dapat diterapkan.
Program 1 River 1 Malaysia yang digelontorkan kerajaan Malaysia, kini telah menjadi garapannya. Mupit menjadi bagian dari tim yang menangani sungai di kawasan Negara Bagian Pahang, Malaysia.
“Hasil akhir dari program ini adalah menjadikan sungai-sungai di negara bagian Pahang, Malaysia, menjadi kelas 1 sampai 2, dari kelas awal sungai yang rata-rata termasuk kelas 3, 4, dan 5,” ungkapnya.
Target akhirnya, yakni mendesain dan mewujudkan sungai di Pahang menjadi sungai yang bersih dan memberikan banyak manfaat. Apalagi masyarakat Malaysia diakuinya memiliki kepedulian yang cukup besar dalam ketersediaan air bersih dan tata kelola lingkungan.
Mupit mengaku cukup sedih jika membandingkan kondisi tersebut dengan fakta yang terjadi di Indonesia secara umum, termasuk Kaltim. Ia melihat banyak sungai yang telah tercemar oleh berbagai aktifitas industri hingga masyarakat.
Tapi Mupit mengaku tidak akan menyerah dengan kondisi yang terjadi di Kaltim. Ia kini bermimpi segera menyelesaikan pendidikannya di Malaysia dan kembali ke Kaltim untuk turut berkontribusi dalam melakukan perubahan.


(oleh: Mupit & ACT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar